Saat ini di DPR sedang kencang dibahas RUU Kesetaraan dan
Keadilan Gender (KKG) yang diusulkan pemerintah. Sejak awal RUU KKG itu
menuai protes, penentangan dan penolakan dari berbagai elemen termasuk
ormas-ormas muslimah. RUU KKG itu dinilai bertentangan dengan Islam,
berbahaya dan merusak bagi masyarakat.
Aspek Filosofis dan Ideologis
Ide
KKG sebenarnya merupakan ide yang stereotype barat sebagai perlawanan
atas penindasan perempuan di barat (Eropa). Penindasan itu dianggap
akibat adanya perbedaan/pembedaan dan ketaksetaraan perempuan dan
laki-laki. Untuk menghilangkan penindasan itu, laki-laki dan perempuan
harus setara dan disamakan, dan tidak boleh ada diskriminasi. Dan
begitulah baru dianggap adil. Ini sama persis dengan pemahaman keadilan
ala marxist.
Dalam
perspektif gender, penindasan atas perempuan dipengaruhi oleh sudut
pandang patriarkhi dalam aturan dan hukum. Maka aturan dan hukum harus
dibuat dengan sudut pandang perempuan agar terealisasi KKG.
Keterlibatan perempuan menjadi keharusan sekaligus ukurannya. Jika
partisipasi perempuan itu sama dengan laki-laki barulah dianggap
benar-benar setara dan adil.
Dalam
perspektif gender, penindasan atas perempuan juga dipengaruhi oleh
pandangan budaya dan agama yang dianggap patriarkhis. Maka pengaturan
relasi laki-laki dan perempuan dalam semua aspek harus dijauhkan dari
ketentuan agama itu dan harus diserahkan kepada manusia dengan
partisipasi perempuan yang setara dengan laki-laki. Disinilah, akidah
sekulerisme dan sekulerisasi menjadi pra syarat mutlak terealisasinya
KKG. Jadi secara filosofis dan ideologis, ide gender dan KKG itu tampak
jelas bertentangan dengan Islam.
Menyontek dan Mengekor Barat
Indonesia
telah meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women (CEDAW) dan disahkan menjadi UU No.
7/1984. Inilah salah satu alasan yuridis di balik upaya legalisasi RUU
KKG.
Sesi
ke-39 Sidang Komite CEDAW PBB pada 23 Juli - 10 Agustus 2007, meminta
pemerintah segera menuangkan konvensi itu dalam hukum nasional.
Indonesia didorong untuk melakukan studi banding tentang kodifikasi dan
penerapan tafsir progresif terhadap hukum Islam.
Maka
disusunlah RUU KKG itu. Rujukannya adalah dokumen CEDAW, Beijing
Platform For Action (BPFA) dan Millenium Developments Goals (MDGs),
dsb. Paradigma, istilah, definisi dan kalimat-kalimatnya banyak
menyontek dokumen-dokumen itu. RUU KKG ini hanyalah perpanjangan dari
proyek barat dalam rangka imperialisme.
RUU KKG Menyerang Islam dan Berbahaya
Pasal
1, “Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan
dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi,
mengontrol dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang
kehidupan”. Sedangkan “Keadilan Gender adalah suatu keadaan dan
perlakuan yang menggambarkan adanya persamaan hak dan kewajiban
perempuan dan laki-laki sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat
dan warga negara”.
Disitulah,
RUU ini memandang Islam diskriminatif terhadap perempuan. Aturan
syariah seperti terkait pakaian, larangan perempuan menjadi pemimpin
negara/penguasa, tanggung jawab keibuan, relasi suami istri,
perkawinan, perwalian, nusyuz, ketentuan waris dan lainnya dianggap
diskriminasi dan tak adil atas perempuan. Islam dilekatkan bias
patriarkhis, bahkan banyak ayat dan hadits dituduh bermuatan misogynist
(membenci wanita). Spirit RUU ini pada hakikatnya menjadi gugatan
terhadap Islam.
Pasal
3 huruf f menyatakan akan menghapus segala praktik yang didasarkan atas
inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau
berdasarkan peranan stereotype bagi perempuan dan laki-laki. Artinya,
peran khas laki-laki sebagai suami dan pemimpin bagi wanita dan peran
khas perempuan sebagai isteri, ibu dan pengatur rumah tangga adalah
pembakuan peran (tidak fleksibel) sehingga harus dihapus.
RUU
ini melarang perbuatan yang memiliki unsur pembedaan, pembatasan,
dan/atau pengucilan atas dasar jenis kelamin tertentu (Bab VIII, pasal
67). Siapa saja yang melaksanakan ketentuan syariah dalam masalah
waris, aqiqah, kesaksian, melarang perempuan menjadi khatib jumat, wali
nikah, imam shalat bagi makmum laki-laki, dan melarang nikah beda agama
maupun sesama jenis, dsb, berarti telah melanggar Bab VIII, pasal 67
dan Bab III pasal 12 RUU KKG ini.
Pasal
8 huruf b menyatakan, setiap warga negara berhak mendapatkan
perlindungan melalui peraturan yang tidak diskriminatif gender. Jelas
ini menyasar peraturan bernuansa syariah. Komnas Perempuan pada
September 2010 menganggap ada 189 perda diskriminatif. Di antaranya
mengenai khalwat di Aceh, pemberantasan pelacuran di Jawa Barat,
keharusan berpakaian Muslim dan Muslimah di Bulukumba, serta pelarangan
keluar malam bagi perempuan di Tanggerang.
Pasal
9 ayat (1) menyatakan kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil
dalam pemenuhan hak kesehatan reproduksi, hak pendidikan, hak ekonomi
dan ketenagakerjaan, keterwakilan perempuan, perkawinan dan hubungan
keluarga.
Keadilan
pada hak ekonomi meniadakan perlunya izin suami/keluarga bagi perempuan
untuk bekerja apalagi di malam hari. Terpenuhinya hak reproduksi
mencakup ketidakharusan izin suami soal sterilisasi dan aborsi.
Perempuan/remaja perempuan harus dijamin mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk kemudahan
mendapatkan kontrasepsi untuk mengurangi tingkat aborsi tidak aman dan
kehamilan. Pasal 4 ayat 2 mengharuskan terpenuhinya kuota 30% dalam hal
keterwakilan perempuan di legislatif, eksekutif, yudikatif, dan
berbagai lembaga pemerintahan non-kementerian, lembaga politik, dan
lembaga non-pemerintah, lembaga masyarakat di tingkat daerah, nasional,
regional dan internasional.
Pasal
20 mencantumkan sanksi administratif atau pemberian disinsentif bagi
pihak yang mencederai komitmen PUG. Bahkan pasal 21 ayat (2) menentukan
bila terjadi tindak pidana yang dilatarbelakangi diskriminasi gender,
pidananya dapat ditambah sepertiga dari ancaman maksimum pidana yang
diancamkan dalam KUHP dan UU lainnya. Lebih parah lagi, pasal 70 RUU
ini memberikan ancaman pidana penjara bagi setiap orang yang sengaja
melanggar pasal 67. Dengan pasal ini, penjara nantinya akan dipenuhi
oleh kaum Muslimin yang melaksanakan ketentuan syariah yang dianggap
tidak sejalan dengan ide gender dan KKG yang diusung RUU ini.
RUU Merusak
RUU
ini nantinya akan bisa merusak kaharmonisan keluarga bahkan bisa
menghancurkan bangunan masyarakat. Perempuan didorong lebih banyak
berkiprah di ruang publik dan berkarir yang akan menambah beban bagi
perempuan sendiri. College Eropa Neuropsychopharmacology tahun 2011
dalam studinya menemukan bahwa depresi perempuan di Eropa naik dua kali
lipat selama 40 tahun terakhir karena ‘beban luar biasa’ akibat
kesulitan menyeimbangkan peran mengurus rumah, merawat anak dan karir.
Dibalik
ide KKG mengintai kerakusan nafsu bisnis. Bernard Lewis dalam bukunya,
The Middle East mengungkapkan, “Faktor utama dalam emansipasi perempuan
adalah ekonomi …. kebutuhan tenaga kerja perempuan.” Nicholas
Rockefeller -seorang penasihat RAND- menyatakan tujuan kesetaraan
gender adalah untuk mengumpulkan pajak dari publik 50% lebih untuk
mendukung kepentingan bisnis.
Ide
KKG mendorong perempuan bebas mengekspresikan diri termasuk dalam
pemenuhan seksual. Keharmonisan keluarga terancam. Bangunan masyarakat
juga bisa runtuh. Tercatat, saat ini di Inggris hanya 40% anak yang
lahir dari pernikahan. Ide RUU ini juga berpotensi melahirkan ancaman
masyarakat tua akibat pertumbuhan penduduk minus seperti yang terjadi
di Eropa. Akankah kita harus menunggu deretan kejadian seperti itu di
Indonesia untuk menolak ide gender dan KKG sekaligus menolak RUU ini
yang mengusungnya?
Pandangan Islam
Islam
datang mensolusi problem manusia secara umum dengan hukum yang sama
berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Kadang solusi hukum itu datang
untuk problem yang lahir dari sebagian jenis manusia, baik perempuan
atau laki-laki. Dalam konteks ini, Islam membawa hukum yang
berbeda-beda sesuai dengan tabiat fitrah perempuan dan laki-laki, dan
sesuai dengan posisi masing-masing di dalam jamaah serta peran, fungsi
dan status di masyarakat. Perbedaan tersebut diciptakan bukan untuk
mendiskriminasikan perempuan tetapi demi harmonisasi peran
masing-masing.
Semua
aturan yang diberlakukan Allah SWT itu adalah solusi kehidupan
sekaligus menjamin keadilan bagi seluruh manusia. Maka Allah melarang
untuk iri atas perbedaan itu.
وَلَا
تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ
لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ
مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِن فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا ﴿٣٢﴾
Dan
janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (karena) bagi
laki-laki ada bagian dari yang mereka usahakan, dan bagi perempuan ada
bagian dari yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian
dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
(QS an-Nisa’ [4]: 32)
Hikmah
pembedaan hukum yang berkaitan pada perempuan sejatinya adalah
perlindungan terhadap kehormatan dan kesucian perempuan. Penerapan
syariah Islam memberikan jaminan harmonisasi keluarga, keutuhan
bangunan masyarakat dan kelestarian generasi yang tangguh, bebas dari
krisis keyakinan dan moralitas. Semua itu hanya bisa diujudkan dengan
penerapan syariah di bawah sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj
an-nubuwwah. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [] Sumber : http://www.save-islam.com/2012/04/ruu-kesetaraan-gender-berbahaya-dan.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar